PEMBERIAN BUNGKIL INTI SAWIT YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN CAIRAN RUMEN KERBAU DAN SACCHAROMYCES CEREVICEAE TERHADAP UKURAN USUS AYAM BROILER


PEMBERIAN BUNGKIL INTI SAWIT YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN CAIRAN RUMEN KERBAU DAN SACCHAROMYCES CEREVICEAE TERHADAP UKURAN USUS AYAM BROILER

Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi
JL. Jambi – Ma. Bulian KM 15 Mendalo Darat, Jambi 36361
Email : Bintosimarmata@yahoo.co.id


ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian BISF terhadap ukuran usus ayam broiler. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0 : 100% komersil, P1 : 15% BIS+85% komersil, P2 : 15% BISF + 85% komersil, P3 : 20% BISF + 80% komersil, P4 : 25% BISF + 75% komersil. Peubah yang diamati yaitu konsumsi ransum, bobot potong, panjang usus halus, bobot usus mutlak, bobot usus relatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian bungkil inti sawit yang difermentasi menggunakan cairan rumen kerbau dan saccharomyces cereviceae berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi ransum, bobot potong, bobot usus mutlak, bobot usus relatif dan tidak berpengaruh nyata terhadap panjang usus halus (P>0,05).  Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan bungkil inti sawit yang difermentasi menggunakan cairan rumen kerbau dan saccharomyces cereviceae tidak berdampak negatif terhadap panjang usus halus tetapi level pemberian terbaik BISF terhadap bobot usus adalah 15 % BISF.
Kata kunci: BISF, cairan rumen kerbau, saccharomyces cerevicea
Ket: 1 Pembimbing Utama
 2 Pembimbing Pendamping
PENDAHULUAN
Ransum merupakan biaya terbesar dari seluruh biaya produksi, yaitu sekitar 70-80% (Wahyu, 1988). Pemanfaatan bahan pakan lokal produk pertanian ataupun hasil ikutannya dengan seoptimal mungkin diharapkan dapat mengurangi  biaya ransum. Bungkil inti sawit salah satu limbah yang mempunyai potensi untuk dijadikan bahan baku dalam penyusunan ransum unggas (khususnya ayam broiler), namun penggunaannya masih terbatas. Hal demikian disebabkan karena bungkil inti sawit memiliki keterbatasan yaitu kandungan serat kasar yang cukup tinggi, serta palatabilitasnya yang rendah. Kandungan serat kasar yang tinggi, selain dapat menurunkan komponen yang mudah dicerna juga menyebabkan penurunan aktivitas enzim pemecah zat-zat makanan, seperti enzim yang membantu pencernaan karbohidrat, protein dan  lemak (Parrakasi, 1983;  Tulung, 1987). Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan penggunaan limbah sawit yaitu dengan memberikan perlakuan fisik, kimiawi, maupun biologis antara lain  teknologi fermentasi. Fermentasi dapat dilakukan dengan menggunakan mikroba pemecah serat kasar antara lain yang terdapat dalam cairan rumen kerbau untuk mengatasi masalah kecernaan BIS yang rendah. Hal ini karena rumen kerbau mengandung mikroba selulolitik yang lebih banyak jika dibandingkan dengan rumen sapi. Wahyudi dan Masduqie (2004), melaporkan bahwa cairan rumen kerbau lebih banyak  mengandung mikroba selulolitik dibandingkan dengan ternak ruminansia  lainnya.  Pada cairan rumen kerbau dijumpai tujuh koloni mikroba selulolitik (kelompok  Ruminococcus  sp.) sedangkan pada ternak sapi hanya empat koloni. Suryahadi et al, (1996) melaporkan beberapa bakteri selulolitik yang dapat diisolasi  dan  diidentifikasi dari cairan rumen kerbau diantaranya adalah Ruminococcus flavefaciens, Ruminococcus albus dan Bacteroides ruminicola yang memiliki aktivitas selulolitik sebesar 43,2%/hari. Disamping itu, penggunaan Saccharomyces cereviceae akan meningkatkan kandungan protein, lipida, vitamin dan mineral, sehingga akan meningkatkan kandungan zat gizi pada bungkil inti sawit serta meningkatkan kecernaan bungkil inti sawit.Saccharomyces cereviceae merupakan sumber vitamin, enzim, zat gizi lainnya, oleh sebab itu dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan berserat, serta mengasimilasi protein dan mensekresi asam amino esensial (Rahayu, 1986). Proses fermentasi BIS akan mengurangi serat kasar yang tinggi sehingga ayam broiler dapat melakukan penyerapan zat-zat makanan dan memiliki nilai kecernaan yang tinggi di dalam organ pencernaan seperti di dalam usus halus. Hasil fermentasi BIS diharapkan tidak akan mempengaruhi ukuran panjang dan bobot usus ayam broiler serta mempertebal dinding usus dan memperbanyak villi- villi dan jumlah lipatannya. Berdasarkan pemikiran-pemikiran diatas, maka dilakukan penelitian tentang penggunaan bungkil inti sawit hasil fermentasi dengan cairan rumen kerbau dan Saccharomyces cereviceae dalam pakan terhadap ukuran usus ayam broiler.

MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di kandang Percobaan Produksi Ternak Unggas dan Non Ruminansia Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 19 Agustus sampai dengan 23 September 2016.

Materi dan Peralatan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ayam broiler DOC 200 ekor, pakan komersil (BR1 & BR2), BISF, BIS, cairan rumen kerbau, saccharomyces cereviceae, lampu 10 & 60 watt, timbangan, terpal, ember, serbuk gergaji, serta kandang dengan perlengkapannya
Persiapan Bahan
            Bungkil inti sawit (BIS) dikukus terlebih dahulu kemudian dicampur dengan cairan rumen kerbau 200 ml/kg BIS selanjutnya dimasukkan dalam kantong plastik, padatkan dan tutup rapat lalu inkubasi selama 12 jam pada suhu 40-60°C selanjutnya ditambahkan 20 % Saccharomyces cereviceae, difermentasi secara semi aerob selama 1 minggu kemudian hasil fermentasi dikeringkan lalu diberi perlakuan.


Download Dokumen ini dengan klik DISINI ....
ViewCloseComments