PENGARUH PEMBERIAN POLYETHILENE GLIKOL PADA KULIT BUAH KOPI TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING, ORGANIK DAN SERAT KASAR SECARA IN VITRO


PENGARUH PEMBERIAN POLYETHILENE GLIKOL PADA KULIT BUAH KOPI TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING, ORGANIK DAN SERAT KASAR  SECARA IN VITRO





BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pakan merupakan salah satu faktor yang penting untuk peningkatan produktivitas ternak. Pakan juga memegang peranan yang sangat penting di dalam keberhasilan suatu usaha peternakan yaitu 70% dari total biaya produksi adalah pakan. Kurang tersedianya bahan pakan secara memadai baik jumlah, mutu maupun kontinuitas merupakan salah satu hambatan dalam pengembangan usaha peternakan. Pakan yang tidak konstan ini disebabkan oleh hijauan yang sangat bergantung pada musim. Pada musim hujan produksi hijauan melimpah akan tetapi pada musim kemarau produksinya berkurang. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi besarnya biaya pakan adalah mencari bahan pakan alternatif yang dapat digunakan sebagai pakan ternak. Salah satunya dengan memanfaatkan hasil samping berupa limbah yang berasal dari industri pertanian maupun perkebunan.
Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang tidak dipergunakan kembali dari hasil aktivitas manusia, ataupun proses-proses alam yang belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan mempunyai nilai ekonomi yang sangat kecil. Pemanfaatan limbah merupakan salah satu alternatif untuk menaikkan nilai ekonomi limbah tersebut. Oleh karena itu perlu dicari sumber pakan lain yang dapat menggantikan hijauan tersebut serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. Salah satunya yaitu pemanfaatan limbah kulit buah kopi (Murni et al., 2008).
Indonesia adalah produsen kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam dengan menyumbang sekitar 6% dari produksi total kopi dunia, dan Indonesia merupakan pengekspor kopi terbesar keempat dunia dengan pangsa pasar sekitar 11% di dunia (Raharjo, 2013). Produksi kopi Indonesia telah mencapai 600.000 ton pertahun dan lebih dari 80% berasal dari perkebunan rakyat.
          Kulit buah kopi merupakan komponen terbesar dari pengolahan buah kopi yang sampai saat ini belum termanfaatkan. Pada tahun 2014 luas tanaman kopi di Provinsi Jambi  mencapai 14.214 ha dengan produksi kopi 12.845 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). Golh (1981), menyatakan bahwa dari pengolahan buah kopi akan menghasilkan biji kopi sebesar 40%, kulit kopi 45%, lender 10% dan kulit ari 5%. Berdasarkan data diatas maka tersedia limbah berupa kulit kopi sebesar 5.780 ton setiap tahunnya dan dibiarkan terbuang tanpa ada pemanfaatan yang berarti.
          Salah satu limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia adalah kulit buah kopi. Kulit buah kopi merupakan komponen terbesar dari pengolahan buah kopi yang sampai saat ini belum termanfaatkan. Kulit buah kopi berpotensi sebagai salah satu sumber bahan pakan ternak ruminansia. Kandungan zat yang terdapat pada kulit buah kopi meliputi bahan kering 90%, lemak 1,8%, serat kasar 32,6%, protein kasar 9,7%, BETN 48,6%, dan abu 7,3%, (Murni et al. 2008). Komponen dinding selnya dapat digunakan oleh ternak ruminansia sebagai sumber energi (Russel et al., 2009).
          Kulit buah kopi banyak mengandung karbohidrat dan protein. Namun adanya senyawa kafein, tannin dan polifenol lainnya (asam kafeat dan klorogenat) memiliki efek gangguan bagi pertumbuhan hewan bila ditambahkan dalam ransum pakan (Porres et al,, 1993). Adanya tannin dan kafein menurunkan kesukaan dan palatabilitasnya bagi ternak (Mazzafera 2002).  Tannin pada kulit buah kopi berkisar 1,80 - 8,56 % berat kering (Ellias, 1979). Pakan yang mengandung tanin terkondensasi sebanyak 25,9 g/kg BK dalam Lotus corniculatus dan dilaporkan mampu menurunkan emisi metan pada ternak sapi, (Woodward et al., 2001). Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk mendeaktivasi tannin dengan pemberian Polyethylene Glikol (PEG) pada kulit buah kopi.
            Penggunaan PEG sebagai zat yang dapat berperan dalam deaktifasi telah banyak dilaporkan. Getachew (2004) menyatakan bahwa PEG memiliki sifat pengikat tannin yang sangat kuat (strongly binds to tannin) sehingga dapat menghambat efek biologi dari tannin. PEG merupakan polimer sintetik non nutritif yang memiliki aktifitas yang tinggi terhadap senyawa fenolik, khususnya tanin sehingga dapat menonaktifkan dengan cara membentuk komplek tanin-PEG, (Garrido et al., 1991).
          Polyethilene Glikol (PEG) dengan bobot molekul 4000 adalah deterjen bukan ion yang dapat membentuk ikatan kompleks yang stabil dengan tanin terhidrolisa dan tanin terkondensasi pada pH 2,00-8,50 (Silanikove et al., 1996). Senyawa PEG dapat digunakan untuk memperbaiki nilai nutrisi pakan yang mengandung tanin.Senyawa PEG dapat menanggulangi pengaruh gangguan dari tanin terkondensasi pada pakan (Palmer dan Jones, 2000).
Senyawa PEG 6000 sebanyak satu gram dan polyvinylpyrrolidone (PVP) sebanyak 0,50 g tidak mempengaruhi produksi gas pada sampel jerami gandum 0,50 g dan hay 0,50 g yang bebas dari tanin. Senyawa PEG dengan bobot molekul 6000 paling efektif dalam mengikat tanin pada pH mendekati netral. Senyawa PEG dengan bobot molekul 4000 dan 6000 pempunyai pengaruh yang sama dalam meningkatkan produksi gas dari pakan yang mengandung tanin tinggi saat diinkubasikan secara in vitro (Makkar et al., 1995). Untuk semua tanin, ikatan PEG semakin kuat dengan semakin tingginya bobot molekul PEG. Ikatan antara tanin dan PEG secara maksimal pada pH netral. Ikatan kompleks PEG dan tanin tidak dapat larut dalam air mendidih, beberapa pelarut organik dan larutan deterjen asam dan deterjen netral (Silanikove et al., 1996).
Penambahan PEG meningkatkan fermentasi secara in vitro, kecernaan dan energi termetabolis (Salem et al., 2007). Hasil penelitian Tiemann et al. (2008) menunjukkan bahwa peningkatan dosis PEG menyebabkan peningkatan produksi gas pada C. calothyrsus dan F. macrophylla tetapi tidak terjadi pada L. leucocephala. Rasio PEG dan tanin terkondensasi yang disarankan untuk berbagai spesies adalah 1 : 1. Perbandingan ini cukup untuk menurunkan efek tanin terkondensasi.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian Polyethilene Glikol  (PEG) pada kulit buah kopi terhadap kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik dan serat kasar secara in vitro. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi tentang degradabilitas limbah berserat tinggi serta teknik pengolahannya agar dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia.
1.2   Perumusan Masalah
   Kulit buah kopi merupakan salah satu limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan alternatif untuk ternak ruminansia. Namun pemanfaatan kulit buah kopi mempunyai faktor pembatas karena mengandung tanin. Agar pakan berbasis kulit kopi lebih baik diperlukan pemberian Polyethilene Glikol (PEG), dengan penambahan PEG diharapkan dapat mendeaktivasi tanin dan meningkatkan kecernaan.
1.3  Hipotesis
Pemberian Polyethilene Glikol (PEG) pada kulit buah kopi dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik dan serat kasar secara in vitro.
1.4   Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian Polyethilene Glikol (PEG) pada kulit buah kopi terhadap kecernaan bahan kering, bahan organik dan serat kasar secara in vitro.
1.5  Manfaat
Dari hasil penelitian ini diharapkan penggunaan PEG) dapat digunakan sebagai informasi tentang penggunaan kulit buah kopi sebagai pakan alternatif.



Download Dokumen ini dengan klik DISINI ....

ViewCloseComments