ILMU FISIOLOGI TERNAK “ RESPIRASI ” UNJA
A. Maksud dan Tujuan
Untuk mengetahui cara-cara mengukur
suhu rektal dan menghitung frekuensi pernafasan pada sapi
B. Dasar Teori
Fisiologi ternak meliputi suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi
pernafasan, tingkah laku berbaring, urinasi serta defekasi. Pengetahuan tentang
fisiologi sapi sangat penting karena menentukan keberhasilan dari usaha
peternakan sapi perah disamping faktor genetik dan pakan (Anderson, 1970).
Penampilan ternak dipengaruhi oleh lingkungan, peralatan dan fasilitas
penanganan ternak yang berakibat pada perubahan fisiologis dan tingkah laku
ternak (Akoso, 2008).
Lingkungan yang panas akan
menyebabkan peningkatan frekuensi pernafasan yang dapat digunakan untuk
menandai adanya cekaman panas. Kisaran suhu antara 18 – 20 0C, sapi akan bernafas 20 kali tiap
menit dan sebaliknya pada suhu 35 0C frekuensi nafas meningkat 115 kali per
menit (Akoso, 2008). Lain halnya dengan pendapat Frandson (1992), yang
menyatakan bahwa frekuensi nafas dalam kondisi normal adalah berkisar antara 30
- 40 kali per menit.
Peningkatan frekuensi nafas sangat
efisien untuk membuang panas tubuh yang terlalu tinggi. Tingginya frekuensi
nafas sangat berkaitan dengan pola makan dan ruminasi yang berakibat pada
turunnya efisiensi penampilan produksi (Frandson, 1992). Frekuensi pernafasan
setiap menit untuk jenis hewan tidak sama. Pada sapi dewasa berkisar antara 12
- 16 kali per menit, sedangkan pada sapi muda antara 27 - 37 kali per menit
(Akoso, 2008).
Pengukuran suhu tubuh dilakukan
dengan termometer klinik yang dimasukkan ke dalam rektum pada kedalaman
tertentu dan harus menempel pada dinding mukosa dari rektum (Dukes, 1955). Suhu
rektal tidak mewakili rata-rata suhu tubuh tetapi pengukuran pada bagian rektum
lebih baik daripada pengukuran pada bagian tubuh lainnya. Kisaran suhu rektal
yang normal adalah 36º - 39,1ºC (Anderson, 1970).
Sapi – sapi yang sedang bekerja,
sapi yang tiduran pada malam hari suhu tubuhnya relatif tinggi. Suhu tubuh
dipengaruhi oleh suhu lingkungan, jenis kelamin, dan kondisi ternak (Dukes,
1955). Kandang beratap rumbia menyebabkan respons suhu rektal lebih rendah
dibandingkan dengan sapi yang ada di dalam kandang beratap genteng dan seng
pada pengamatan siang, malam, dan rataan harian. Kandang beratap genteng
menyebabkan suhu rektal ternak lebih rendah dibandingkan ternak beratap seng
pada pengamatan siang dan rataan harian, namun pada pengamatan malam hari tidak
berbeda (Anderson, l970).
F.
Kesimpulan
Dari hasil praktikum tentang
respirasi dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran suhu rektal dan frekuensi
respirasi pada sapi I didapat hasil
rata-rata sebesar 37.2 oC pada pagi hari, 38.6 oC pada
siang hari, 38.7 oC pada sore hari dan frekuensi pernafasan didapat
yaitu sebesar 16 kali/menit pada pagi hari, 20 kali/menit pada siang hari, 16
kali/menit pada siang hari. Sedangkan pada sapi II didapat hasil rata-rata
sebesar 37.5 oC pada pagi hari, 38.6 oC, 39.2 oC
pada sore hari, dan hasil yang didapat pada pengukuran frekuensi respirasi pada
sapi II sebesar 20 kali/menit pada pagi hari, siang hari, dan sore hari. Pada
sapi I didapat 37-38 oC dan pada sapi II sebesar 37-39 oC,
sehingga hasil praktikum mengukur suhu rektal yang didapat masih tergolong
normal, karena suhu normal pada sapi
dewasa adalah 36-39.1 oC.
sedang pada penghitungan frekuensi respirasi pada sapi I kisaran nilai
sebesar 16-20 kali/menit dan sapi II sebesar 20 kali/menit, sehingga masih
tergolong normal karena frekuensi respirasi normal pada sapi dewasa adalah
15-30 kali/menit.
Download Dokumen ini dengan klik DISINI ....